Lima Cerita Horror yang Aku Yakini itu Benar Terjadi (Part 2)

credit image (IG): yiqingichigo

Postingan Part 2 ini merupakan lanjutan dari postingan Part 1 yang menceritakan lima kisah horror yang aku alami hingga hari ini. Part 1 berisi kejadian terseram #5 dan #4.  Di dalam Part 2 ini, saya akan menceritakan tentang kejadian terseram #3 (yang menurut saya, lebih seram daripada #5 dan #4). Apakah itu? Mari kita simak bersama-sama… jreng-jreng..

#3. Rumah sewa mahasiswa S3, sebelah Camp Bodong – Sumberjaya, Lampung barat.
Waktu itu 2005, saya beserta 2 orang teman kuliah S1 saya (kami adalah Tim NiVeA ~ Nina, Vero dan Ari) tergabung dalam project research tentang longsor yang didanai oleh World Agroforestry Centre (ICRAF), dimana datanya juga kami gunakan sebagai bahan penulisan skripsi, hasil ringkas penelitian kami ada di link berikut ini. Nah, selama kurang lebih enam bulan berada disana, kami tinggal di satu rumah bersama-sama dengan 1 asisten lapang (Mb Christanti – yang kemudian disusul Mas Alaik ~~ akhirnya mereka menikah lho dan sekarang punya dua anak.. alhamdulillah) dan 1 koki yang bertugas memasakkan makanan buat kami yang bernama Budhe Dami. Rumah tersebut kami sebut dengan nama “Camp Bodong.
Selain kami bertiga mahasiswa S1, ada juga dua orang mahasiswa S3 (sama-sama mahasiswa bimbingan bu Cho ~ Prof Kurniatun Hairiah), dimana keduanya merupakan dosen Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian Univ. Sebelas Maret (UNS) bernama Pak Pur (Purwanto Hadisudarmo) yang meneliti tentang nitrogen dan Bu Dewi (Widyatmani Sih Dewi) yang mendalami tentang cacing tanah. Nah, beliau berdua tinggal di rumah yang terletak 2 rumah di sebelah kiri camp bodong. Di dalam rumah dua lantai tersebut, juga tinggal mahasiswa Unila di lantai atas (yg juga sedang penelitian, cmiiw, saya lupa namanya). Selama berinteraksi disana, saya sudah lumayan sering mampir ke kamar Pak Pur dan beliau sudah saya anggap sebagai bapak saya selama di sana. Singkat cerita, pada suatu hari, Bu Dewi sedang berada di Malang karena ada sesuatu yang musti diurus dan mengunjungi keluarga. Sedangkan Pak Pur, harus kembali ke UNS sekitar 10 hari-an karena ada urusan administrasi. Karena selama rentang waktu tersebut rumah S3 tersebut akan kosong, Pak Pur memintaku untuk tinggal dan tidur di kamar beliau.
.
Kamar Pak Pur terletak di depan, bersebelahan dengan ruang tamu. Pintu kamar menghadap ke ruang tamu dan jendela kamar menghadap ke teras dan halaman depan. Di belakang kamar Pak Pur ada ruang keluarga dan tangga ke lantai atas, baru kemudian ada kamar Bu Dewi yang terletak paling belakang bersebelahan dengan pintu keluar di belakang rumah menuju kebun kopi. Oh iya, lantai rumah tersebut belum dipasangi keramik tetapi hanya plesteran semen kasar. Banyaknya lubang ventilasi yang besar-besar menyebabkan sering adanya burung keluar masuk rumah. Dan juga yang bikin penasaran selama saya main ke rumah itu adalah, sering terdengar seperti langkah kaki memakai sandal yang berjalan di lantai plesteran semen. Awal-awal sih aneh, lama-lama merasa biasa sih, ada suara srek-srek-srek.
.
Sehabis isya dan makan malam di camp bodong, saya bersiap ke rumah sewa S3. Disana saya menyalakan komputer untuk mendengarkan musik RnB favorit saya, karena Pak Pur punya speaker 5.1 yang pada masa itu, sudah canggih dan keren2nya. Sekitar jam 10 malam, saya mengantuk dan bersiap tidur setelah menyalakan lampu meja. Saya pun langsung terlelap di dingin dan heningnya malam. Saya tidak tahu jam berapa, tetapi tiba-tiba saya terbangun karena ada ada suara mbak-mbak yang menangis tersedu sayup-sayup dari luar kamar. Saya kaget dan ketika membuka mata semuanya gelap, saya merasa biasa-biasa saja karena di Bodong itu sering mati lampu, karena sumber listrik berasal dari PLTA yang byar pet. Nah, karena penasaran atas suara sayup-sayup tangis sedu sedan tadi.., saya kok ya bisa-bisanya membuka tirai dan jendela kamar sampai kepala saya melongok keluar. Apa yang terlihat? G.E.L.A.P. Saya pun bergumam “hoalah, gak ada apa-apa..”.
.
Saya pun kembali mengunci jendela dan menutup tirai.. jeglek…srek. Begitu selesai, saya kembali ke kasur dan bersiap masuk ke selimut. Eehh tiba-tiba terdengar suara tangis terisak penuh sedu sedan… huuu..uhuhuhuhu… kali ini keras suaranya.. Suara tangis keras itu ada di balik pintu kamar saya. Refleknya saya kok ya aneh.. Saya bergegas berdiri dan berjalan menuju pintu kamar dan tangan sudah bersiap akan membuka selot pintu tetapi kemudian saya ingat suatu hal.. jreng-jreng.. Saya khan di rumah ini sendirian??? Terus semua pintu khan sudah saya kunci utama dan kunci selot dari dalam. Mustahil bisa dibuka dari luar rumah tanpa didobrak khan??
.
Leher belakang saya pun terasa mengeras dan gemetar seperti ada kuas besar yang menyentuh dan membuat bergidik. Jantung saya berdegup kencang banget hingga nadi leher yang terletak di bawah dagu saya berdetak keras-keras seperti ada ketukan dari dalam. Bacaan istigfar dan takbir pun saya coba gumamkan tetapi mulut ini rasanya kok kaku banget.. Ah iya, saya ingat kalau saya bawa HP Nokia 3310 saya.. Saya beberapa kali mencoba telepon teman saya, Vero, yang di camp bodong, tetapi sinyal cuma satu garis dan gagal telepon. Saya kirim SMS tapi tidak bisa terkirim. Hasilnya, saya hanya pasrah duduk di kasur memegang guling hingga akhirnya… suara tangis itu tiba-tiba hilang dan hanya tersisa suara serangga malam yang jadi terdengar lumayan keras.
.
Setelah “teror” tangis itu selesai saya pun hanya duduk diam sampai capek dan akhirnya tertidur. Ketika telat bangun jam 6 pagi dan subuhan telat.. saya buru-buru balik camp Bodong.. Separo berlari, begitu sampai disana saya memilih sarapan dulu dan bercerita ke teman-teman. Awalnya teman-teman pada gak percaya dan bilang saya mimpi paling, hingga akhirnya saya ingat kalau saya mencoba menelepon dan meng SMS Vero. Dari situ saya tahu jam kejadiannya.. jam 01:03 AM saya menelepon hingga jam 01:10 saya mencoba mengirim SMS.
.
—-Jeda sekian jam—-
.
Hari itu adalah jadwal saya menganalisa LrV (Length root per volume) dari sampel akar yang telah saya bekukan supaya awet. Saat asyik ceklak ceklik counter ketika menghitung panjang  akar menggunakan metode intersection (Tennant, 1975), ada Pak Kadus datang tiba-tiba memijat pundak saya dan beliau berkata: “Sudah mas, jangan serius-serius amat kerjanya.. “. Saya pun menjawab:”Hahaha.. ndak kok Pak, ini saya sudah jenuh ngitung akar juga kok Pak.. Ada apa nih Pak kok tumben kesini sore-sore?” Beliau menjawab: “Pas lewat saja kok mas.. Oh iya, katanya semalam ditemui sama mbak-mbak yang di rumahe Pak Pur?”. Separo kaget, akupun menjawab: “Lho kok sudah tahu Pak? hahahaha.. iya Pak, semalam gak tahu tuh, tapi saya ketakutan sih..” Sambil tertawa kecil, beliau menjawab: “Itu mbak-mbaknya yang suka nangis itu seringnya duduk di tangga itu kok mas, tapi ntar juga udah gak denger lagi karena biasa..”. “Sudah ya mas, saya pulang dulu” Kata beliau berpamitan.
.
Sambil terhenyak, saya mengiringi pamitan beliau dengan menjawab salamnya. Malamnya, ketika berkumpul lagi dengan teman-teman saat makan malam, saya pun menceritakan hal tersebut ke teman-teman saya. Mereka seakan kompak bertanya: “Lha malam ini tidur camp Bodong apa rumah S3 Ri?”. Dengan hati yang takut dan was-was.. mantap aku jawab: “Ya nginep di kamar Pak Pur lah, lha mo gimana lagi, disana ada komputer dan banyak alat mahal-mahal.. Pak Pur sudah nitip juga, ntar kalau ada apa-apa gimana”. Selepas kejadian semalam, hingga akhirnya Pak Pur rawuh, tidak ada lagi suara atau hal mengganggu lainnya. Ah iya, beberapa waktu sebelum saya pulang karena selesai pekerjaan lapang, saya baru tahu satu hal:

Di belakang rumah, mepet ama tembok kamar Bu Dewi, ternyata ada satu batu nisan tua yang ujung atasnya nyempil masuk ke tembok kamar Bu Dewi. Hadeh.

Syukurlah, saya bisa melewati ini semua tanpa terjadi cedera apapun. Oh iya, pengalaman ini saya tulis dengan seoptimal mungkin ingatan saya, apabila ada kekurang akuratan dan ada tambahan detil, pasti akan saya update.

Karena Cerita Horror #3 ini cukup panjang, maka akan saya lanjutkan cerita horor urutan #2 di postingan Part 3 ya.. hehehe. See Ya!

About arigetas 406 Articles
Family man. Ayah dua orang putra yang suka iseng, absurd, guyon receh serta hobi main badminton. Terkadang bisa serius.

4 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*