Oke, ini curhat terkait dengan aneka masalah dalam hidup aku.
Aku menyimpulkan, paling jengkel tu kalau punya teman yang saat menghadapi permasalahan di dalam organisasi atau manajemen atau di kehidupan sosial, mereka ngomongnya bersikap netral tetapi sebenernya dia memilih pihak.
Misalnya ada perdebatan tentang sikap apa yang diambil terkait isu X yang sensitif, ada yang berpendapat A, ada yg B dan ada yg abstain alias netral. Nah, masih mending menghadapi teman yang pilih bersikap A atau B, karena mereka jelas sikapnya.
Untuk orang yang bilang bahwa: “Aku netral ya.” ternyata musti hati-hati dalam menyikapinya. Kenapa? Karena sering kali kita (misal bersikap A) kemudian cerita ke si netral tadi, ternyata dia membocorkan dan kemudian di belakang dia memihak, yang mana, sayangnya, pihak yang dia pilih adalah bukan kita, maka hal tersebut membuat jengkel dan terasa terkhianati.
Sepengamatanku, hal ini ternyata berlaku tidak hanya ke orang Indonesia saja, tetapi juga ke orang-orang luar negeri juga, ~ meski….. mereka tidak sedhasyat “palsunya” sikap orang Indonesia.
Wah, mas Ari ngejek orang Indonesia ni ceritanya? Dengan bilang mereka bersikap palsu?
Sadly, but true. Kebanyakan orang Indonesia (dan asia), mengatakan memilih netral tersebut atas nama basa-basi yang karena takut menyinggung/menyakiti perasaan orang lain. Atau istilahnya, dia main aman. Siapapun nanti yang menang, dia bisa masuk ke mereka. Istilah kerennya: politik dua kaki.
Terus, maunya mas Ari tuh apa?
Please, be honest. Iya ya iya. Nggak ya nggak. Kalau netral ya jangan milih pihak A atau B. Kalau cenderung ke A ya bilang A. Cenderung ke B ya bilang.
Hal lain yg keliatan sepele misalnya, pas janjian jangan bilang InsyaAllah, kalau hanya mau nolak tetapi kalian merasa gak enak atau gak sopan. Bisa ya bilang bisa, nggak ya bilang nggak. Just simply as that.
In the end, menurut mas Ari, apa sih tujuan mereka bersikap netral atau jawaban yang palsu tadi
Seperti yang aku tulis, mereka ingin main aman. Politik dua kaki. Politik menaruh telur di dua keranjang, apapun yang terjadi, dia masih punya telur utuh di keranjang kalau gak A ya B.
Terus saran mas Ari apa, kalau ada kondisi yang memaksa kita memilih?
Tergantung, apakah kamu termasuk yang bermental pejabat atau aktivis? Kalau pejabat, jadilah oportunis abu-abu saat konflik, sehingga saat keadaan menguntungkan, kamu bisa nyodok dan muncul sebagai pahlawan.
Kalau kamu bermental aktivis, kamu tidak akan netral. Kamu akan memilih A atau B. Saat kalah ya akui kalah, saat menang ya nikmati menangmu.
Leave a Reply