Brotowali, beras kencur, dan kunir (kunyit) asem, adalah tiga contoh populer dari sedikit banyaknya jenis jamu yang biasa dikonsumsi di Indonesia. Bagi Anda generasi milenial yang lahir antara tahun 1981 hingga 1996 dan (kebanyakan) sudah menjadi orang tua, apakah masih mengkonsumsi jamu? Inilah cerita manis pahit jamu di keluarga saya.
Cerita Manis Pahit Jamu si Obat Tradisional di Indonesia
Sejarah jamu di Indonesia sudah sangat lama, karena di negara kita sangat kaya akan tanaman obat dan ramuan jamu dari semua suku di Indonesia. Kata jamu itu sendiri merupakan kata serapan dari bahasa Jawa “Djamoe” yang memiliki arti obat.
Diduga jamu sudah ada sejak sekitar zaman batu pertengahan, ketika diketemukannya fosil lumpang dan pipisan yaitu alat untuk membuat jamu yang dibuat pada zaman mesolitikum hingga neolitikum. Umumnya, masyarakat Indonesia memanfaatkan jamu untuk dua hal yaitu penjagaan kesehatan dan untuk pengobatan.
Roller Coaster Popularitas Jamu di Indonesia
Popularitas jamu yang merupakan salah satu kekayaan budaya di Indonesia sejak dulu kala ini ternyata tidak selalu manis dan ada masa pahit dari perjalanan jamu di Indonesia. Paling tidak terdapat tiga penyebab utama turunnya konsumsi jamu di Indonesia seiring berjalannya waktu, yaitu:
- Banyaknya jamu berbahaya.
Cukup seringnya muncul di pemberitaan adanya produsen jamu nakal, yang biasanya menambahkan zat kimia berbahaya tanpa didasari ilmu yang memadai membuat semakin banyaknya masyarakat yang menghindari jamu. - Makin lunturnya budaya minum jamu.
Semakin muda usia generasi yang hidup di Indonesia, kebiasaan minum jamu pun sudah semakin pudar. Penyebab pudarnya kebasaan tersebut salah satunya disebabkan oleh - Makin sedikit mbok jamu yang mengedarkan dagangannya.
Berbeda dengan era tahun 80 hingga 90 awal, dimana setiap hari kita melihat mbok jamu gendong yang menjajakan aneka jamu segar bin nikmat dengan cara berkeliling desa, saat ini sudah semakin sulit ditemui. - Jenis jamu yang eksis semakin sedikit
Salah satu jamu yang popularitasnya tetap tinggi adalah jamu kunir (kunyit) asam, yang memang konsumennya adalah kaum hawa pada saat mendapatkan tamu bulanannya. Selain jenis itu, konsumsi jamu jenis relatif stagnan jumlah konsumsinya.
Cerita Manis Pahit Jamu Saat Pandemi COVID-19
Ketika dunia dilanda pandemi COVID-19 yang dimulai pada tahun 2020, ternyata ada efek positif di peningkatan konsumsi jamu Indonesia dibandingkan tahun 2019 sebelumnya.
Masyarakat kita menyadari bahwa dalam penjagaan kesehatan tubuh selain konsumsi makanan bergizi seimbang, vitamin, dan istirahat yang cukup pun masih perlu untuk menambah kuat benteng imunitas dengan konsumsi jamu.
Adapun jenis jamu yang dikonsumsi beragam jenisnya, bahkan RSUP Dr. Sardjito pun merilis tentang penggunaan jamu untuk pasien COVID-19.
Konsumsi Jamu di Keluarga arigetas
Untuk keluarga kecil kami yang terdiri dari 4 orang yaitu saya, istri, dan 2 orang anak (Aria dan Arka) masih mengkonsumsi jamu lho. Paling tidak ada 3 jenis jamu yang kami masih konsumsi secara rutin, yaitu:
1. Jamu Kunyit Asam
Jelas, jamu ini dikonsumsi oleh istri saya yang memang merasakan efek positifnya sangat ampuh mengatasi pegal-pegal, nyeri haid, hingga mengurangi bau keringat yang tidak sedap.
Jamu ini jelas penting bagi kami karena istri saya adalah ‘tulang punggung’ bagian domestik rumah tangga 😁
Ketika istri sehat maka kondisi rumah jauh lebih tertata dan anak-anak pun aman serta nyaman. Ya karena kebetulan pekerjaan saya yang mengharuskan cukup sering tidak berada di rumah sehingga peranan istri sangat luar biasa dibutuhkan.
Jamu kunyit asam ini ada di pasaran dalam sediaan cair dalam botol, tetapi terkadang istri saya memilih untuk membuat sendiri ramuan jamu kunyit asam. Selain lebih bisa custom alias rasa bisa lebih disesuaikan selera, efek yang dirasakan dari jamu yang dibuat fresh ternyata lebih enak di badan.
2. Jamu Seduhan Daun Binahong
Tanaman binahong merupakan tanaman yang mampu cepat tumbuh merambat dan sangat mudah dikembangkan. Kami membawa bibit tanaman binahong ini dari rumah mertua (ibu dari istri saya) di dalam pot kecil dan ditanam di belakang rumah. Tanpa terasa dalam hitungan setengah tahun, tanaman ini sudah merambat hingga ke kawat jemuran dan sampai kami sering memangkasnya supaya tidak terlalu rimbun.
Cara membuat jamu berupa seduhan daun binahong ini sangat mudah. Cukup sediakan satu gelas dan kita taruh 1-2 lembar daun binahong, kemudian kita jerang dengan air mendidih. Beri tutup dan diamkan hingga hangat kuku kemudian diminum.
Rasa jamu seduhan daun binahong ini pada awalnya terasa agak getir di lidah dan aroma daun yang sangat kuat. Seiring berjalannya waktu, keluarga kami pun sudah terbiasa dengan rasa jamu binahong ini.
Kami biasanya mengkonsumsi jamu binahong ini ketika tenggorokan mulai sakit hingga saat badan terasa kurang fit. Proses pembuatan yang mudah dan bisa dibilang gratis ini membuat jamu seduhan daun binahong ini favorit di keluarga kami.
3. Jamu Cacing Si Pereda Demam
Jauh sebelum adanya pandemi COVID-19, jamu yang terbuat dari ekstrak cacing tanah ini sudah populer di kota Salatiga. Pada jarak 3,5 km dari rumah kami tepatnya di daerah Buk Suling sudah kondang banyak perajin “banyu cacing” alias jamu cacing yang efektif untuk meredakan demam khususnya akibat tipes.
Anak saya Aria, saat berusia 7 tahun sempat cukup sering demam kambuhan setelah terkena gejala tipes. Awalnya ketika demam kami mengobati dengan paracetamol terlebih dahulu selama 2 hari dan ketika tidak reda kami baru ke dokter.
Suatu ketika kami diberi tahu oleh rekan bahwa bisa dicoba jamu cacing tersebut ketika Aria demam. Syukur alhamdulillah ternyata Aria bisa reda demamnya beberapa jam setelah minum jamu cacing tersebut.
Oh iya, sebelum saya memberikan jamu cacing tersebut ke Aria, tentu saja saya sudah mencobanya terlebih dahulu. Rasa jamu cacing ini ada sedikit bau khas cacing tetapi sangat tipis karena tersamarkan oleh manisnya gula jawa yang dicampurkan.
Jamu cacing dalam sediaan cair tersebut murah dan mudah didapat, tetapi memiliki kekurangan tidak bisa disimpan dalam jangka waktu yang lama.
Ketika mengetahui manfaat dari jamu cacing yang baik ini, kami pun mencari tahu apakah ada sediaan jamu cacing yang bisa disimpan dalam waktu cukup lama. Ketika kami bertanya di apotek, ternyata beberapa merek jamu cacing dalam sediaan kapsul.
Salah satu merek jamu cacing dalam sediaan kapsul yang direkomendasikan adalah VERMINT yang efektif dalam mengatasi demam khususnya bagi yang diakibatkan karena tipes. Kandungan ekstrak cacing Lumbricus rubellus di dalam VERMINT dapat dikonsumsi sebelum maupun sesudah makan ini sangat praktis dan awet disimpan di kotak obat rumah.
Oh iya, tentu saja kami masih menggunakan batasan bahwa ketika dalam 2 hari demam Aria belum turun, maka kami langsung membawanya ke dokter untuk bisa diambil tindakan pengobatan yang lebih baik.
Nah demikian cerita manis pahit jamu di keluarga kecil kami, semoga dapat bermanfaat bagi Anda semua. Oh iya, jamu favorit Anda apa nih? Yuk tulis di kolom komentar dunk.
Leave a Reply